Minggu, 11 Juli 2010

Gelar Prestasi Bela Negara – GPBN SMK

GBPN = Gelar Prestasi Bela Negara, apakah itu dan apa saja kegiatannya?

Gelar Prestasi dan bela negara yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan citra SMK melalui unjuk kemampuan dan pengukuran puncak-puncak prestasi bagi siswa SMK.

Secara umum Gelar Prestasi dan Bela Negara Siswa SMK Tingkat Nasional bertujuan :

  1. Mendorong siswa berpikir kritis, rasional dan kreatif sebagai warganegara;
  2. Menanamkan sikap nasionalisme demi membangun dan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara;
  3. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti kuropsi, narkoba, kenakalan remaja dan perilaku tidak terpuji lainnya;
  4. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
  5. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi;
  6. Memotivasi para siswa untuk menerapkan etika dan budi pekerti;
  7. Mengaktifkan siswa SMK untuk menularkan dan memberi teladan penerapan budi pekerti kepada siswa lainnya;
  8. Meningkatkan citra SMK melalui unjuk kemampuan dan pengukuran puncak-puncak prestasi bagi siswa SMK;
  9. Sebagai sarana promosi potensi siswa SMK kepada dunia usaha dan industri sebagai calon pengguna tamatan;
  10. Meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan dan potensi SMK sebagai tempat diklat berkualitas, penyedia teknisi industri tingkat menengah dan mitra usaha;
  11. Memupuk persahabatan dan kerjasama secara nasional dalam membangun dan mengembangkan SMK baik saat sekarang maupun yang akan datang.

Kegiatan Kompetisi GPBN mencakup: Tes Teori Kemampuan Akademik, Penguasaan ISU-ISU TERKINI, Presentasi keunggulan daerah, Fisik (Peraturan Baris Berbaris, Outbond), Pameran Foto keunggulan daerah, Napak Tilas, dan Pentas Seni.

Saat diselenggarakan perlombaan GPBN yang pertama di Malang 2007 Jawa Timur, tim Kepemimpinan dan Bela Negara Provinsi DKI Jakarta belum mencapai prestasi yang maksimal atau memuaskan, walaupun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan prestasi.

Pada lomba GPBN ke-dua di Bandung 2008 Tim Bela Negara DKI hanya mampu urutan ke-tujuh, di Jogyakarta 2009 tim Bela Negara DKI hanya mampu pada ururtan ke-lima. Pada GPBN yang ke-empat tahun 2010 tahun ini kita punya target menjadi juara pertama pada bidang lomba Kepemimpinan dan Bela Negara.

Selengkapnya tentang GPBN, silahkan download disini GBPN DKI JKT 2010

http://networkedblogs.com/5C4UN

AKADEMI STATISTIKA (AIS) MUHAMMADIYAH SEMARANG

AKADEMI STATISTIKA (AIS) MUHAMMADIYAH SEMARANG
[ print data kampus | beritahu teman ]

Jenis Perguruan Tinggi : Swasta
A l a m a t : Jl. Raya Semarang Boja Km.1, Tambak Aji, Semarang, Jawa Tengah 50185
Telepon : 024 - 608786
F a x : 024 - 608786
Nama Rektor : Drs. Marlan Hendro
Sejarah Singkat

Tanggal Berdiri : 1 Juni 1992
Pendiri : Persyarikatan Muhammadiyah

Profil

Jumlah Mahasiswa : 225
Jumlah Alumni : 89
Jumlah Dosen Tetap : 30
Jumlah Dosen Lulusan S2 : -
Jumlah Dosen Lulusan S3 : Doktor 1, Profesor 1
Luas Kampus : 1.159 m2
Koleksi Perpustakaan : 291 judul, luas 72 m2
Laboratorium : Laboratorium komputer yang dilengkapi dengan 20 unit personal computer (PC)

Fasilitas Lain : 16 ruang kuliah, kampus bertingkat dua, dan Masing-masing kelas dilengkapi wireless dan Over Head Projector (OHP).

Program Studi

- Jurusan Statitistik:
Program Studi Statistik (D3, disamakan)

Pendaftaran Mahasiswa Baru

T e s : Tes M*sensor*k

Sabtu, 10 Juli 2010

HOT NEWS- UNIVERSITAS PERTAHANAN/ UNHAN (GRATIS)


Ada Kuliah Terorisme dan Gerakan Bawah Tanah

Belum banyak yang tahu bahwa Indonesia memiliki universitas yang khusus berkonsentrasi dalam studi pertahanan. Selain menerima para perwira militer, Universitas Pertahanan (Unhan) memberikan kesempatan kepada warga sipil untuk menimba ilmu di sana. Gratis.

SOFYAN HENDRA F., Jakarta

---

GEDUNG seluas tak lebih dari dua lapangan futsal itu baru selesai dibangun. Bau cat masih menusuk hidung. Karena masih baru, belum banyak perabot yang melengkapi gedung tersebut. Ruang lobi masih kosong. Nama ruang juga belum dibuat permanen. Ruang ''Sekretaris'', ''Wakil Rektor I'', dan ruang pejabat lain dicetak dalam kertas putih dan dilekatkan di pintu.

''Iya, gedung ini memang masih baru,'' kata Prof Dr Susanto Zuhdi, pelaksana tugas (Plt) sekretaris Unhan, yang menemani Jawa Pos berkeliling kampus tersebut pekan lalu.

Gedung baru itu adalah ruang rektorat yang berdiri pada Maret 2009. Di sampingnya sedang dibangun gedung perkuliahan dua lantai. Belasan pekerja masih sibuk menaikkan atap.

Kampus Unhan dibangun di kompleks pendidikan dan latihan Kementerian Pertahanan (Kemhan). Letaknya di Jalan Salemba Raya, bersebelahan dengan deretan kampus Universitas Indonesia dan Universitas YAI. Selama gedung milik sendiri belum dibangun, kegiatan perkuliahan sehari-hari menumpang di gedung Diklat Kemhan, di belakang kampus Unhan.

''Semua ini dalam proses melengkapi atau memenuhi kebutuhan standar. Lagi dikerjakan terus ini,'' kata Susanto yang hingga kini masih aktif sebagai guru besar ilmu sejarah di Universitas Indonesia tersebut.

Saat Jawa Pos berkunjung sore itu, tidak ada aktivitas perkuliahan. ''Sedang program lapangan,'' katanya.

Berbeda dengan kampus pada umumnya, Unhan hanya membuka program studi S-2. Kuliah juga cukup ditempuh dalam waktu sebelas bulan. ''Model pembelajaran dan metodenya yang membuat proses kuliah cepat itu bisa dilakukan. Tapi, nilainya tetap setara dengan SKS (sistem kredit semester) yang ditetapkan Ditjen Dikti,'' kata Susanto. ''Lulusannya berhak menyandang gelar Magister Pertahanan,'' tambahnya.

Ada dua ''sekolah'' atau fakultas di Unhan. Yakni, Sekolah Strategi Perang Semesta (SSPS) dengan Program Studi Perang dan Sekolah Kajian Pertahanan Strategis (SKPS) dengan Program Studi Manajemen Pertahanan. Saat ini mahasiswa untuk masing-masing sekolah itu sekitar 40 orang.

Yang juga menarik adalah persyaratan menjadi mahasiswa di Unhan. Misalnya, di SSPS, para mahasiswa dari kalangan militer harus berpangkat kolonel ke atas dan dinominasikan oleh masing-masing angkatannya. Sedangkan calon mahasiswa dari kalangan sipil harus telah mencapai level profesional dan senior di departemen, organisasi, atau lembaga yang setara dengan calon-calon dari militer.

Calon dari sipil juga harus berada pada jalur menuju tingkat eksekutif.

Menurut Susanto, saat ini mahasiswa SSPS kebanyakan dari kalangan militer. ''Untuk SSPS, memang banyak dari perwira militer yang akan ditempatkan di pos-pos strategis,'' katanya.

Untuk SKPS mulai diminati kalangan sipil. Ada 13 mahasiswa sipil di antara 39 mahasiswa. Mereka berasal dari LSM, PNS (pegawai negeri sipil) , hingga wartawan. ''Ada juga yang lepas (belum bekerja, Red) sama sekali,'' kata Susanto.

Persyaratan mahasiswa untuk SKPS memang lebih longgar. Mereka dari kalangan militer cukup berpangkat kapten atau mayor, namun harus dinominasikan oleh angkatan masing-masing. Sedangkan untuk sipil, syaratnya cukup lulus S-1.

Namun, saringan masuk Unhan tidaklah ringan. Semua calon harus melalui seleksi ketat. Misalnya, tes TOEFL dengan skor minimal 550. Juga tes potensi akademik dan serangkaian wawancara. IPK minimal saat lulus S-1 adalah 3,0.

Yang jelas, jika lulus tes, seluruh mahasiswa tidak perlu mengeluarkan ongkos pendidikan alias gratis. ''Semua mahasiswa mendapat beasiswa asal lulus tes masuk,'' kata Susanto.

Lalu, materi apa saja yang diajarkan di Unhan? Mata kuliah di Unhan mencoba menggabungkan pendekatan sosial dalam strategi-strategi militer. Pendekatan tersebut sulit ditemukan dalam pendidikan militer yang sudah ada. Apalagi, kata Susanto, perang tidak lagi bersifat konvensional yang berupa agresi dari pihak luar. Dengan demikian, di Unhan juga diajarkan kajian-kajian mengenai terorisme dan kontraterorisme.

''Juga ada mata kuliah gerakan bawah tanah dan radikalisme,'' kata Susanto.

Dia lalu menceritakan mahasiswanya yang dibimbing dengan tesis mengenai bagaimana mendeteksi dan mencekal gerakan-gerakan radikalisme di sebuah Kodim. Pelajaran semacam itu tak pernah diajarkan secara mendalam di pendidikan militer biasa. ''Di sini mahasiswa dibekali ilmu pertahanan dengan pendekatan ilmu sosial," katanya.

Selain itu, ada kajian wilayah. Misalnya, bagaimana strategi pertahanan di sebuah wilayah dilihat dari logistik dan geografinya. Posisi Indonesia sebagai negara maritim terbesar juga menjadi fokus kajian. ''Ini tentang bagaimana kedaulatan suatu bangsa bisa dijaga,'' jelasnya.

Unhan juga terus mengembangkan bidang keilmuan yang diajarkan. Pada tahun ajaran baru nanti dibuka dua program studi baru. Yakni, ekonomi pertahanan dan manajemen bencana. Kajian ekonomi pertahanan dibutuhkan karena di masa kini dan mendatang, perang tak hanya memperebutkan wilayah geografis. Perang lebih fokus pada upaya memperebutkan tiga sumber daya yang makin terbatas atau FEW: food, energy, and water. Blokade ekonomi juga menjadi cara lebih ampuh dibanding serangan bersenjata.

Program studi manajemen bencana dinilai amat relevan dengan kondisi Indonesia yang rawan musibah. ''Ke depan musuh bukan hanya ketika koloni datang. Tapi, ketika lingkungan kita menghadapi bencana, yang diturunkan adalah kekuatan militer yang melakukan tugas-tugas penyelamatan," katanya.

Susanto menambahkan, mata ajaran di Unhan bersifat multidisiplin. Yakni, mulai ilmu budaya, sejarah, ekonomi, hingga teknik persenjataan. Namun, karena masih baru, belum banyak dosen tetap di Unhan. Saat ini dosen tetap masih bisa dihitung dengan jari tangan. ''Terus terang, memang masih banyak yang outsourcing. Tapi, kami terus melengkapinya,'' kata Susanto.

Ide berdirinya Unhan berawal dari salah satu program kursus di Sekolah Komando Angkatan Darat (Seskoad). Ceritanya, pada 2006 Jenderal TNI Djoko Santoso, saat menjabat Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), menugasi Komandan Seskoad kala itu, Mayjen TNI Syarifudin Tippe, untuk membuat Kursus Strategi Perang Semesta di Seskoad.

Kursus inilah yang menjadi cikal bakal ide berdirinya perguruan tinggi yang menekuni studi pertahanan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyambut dan mendukung pendirian Unhan. Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Bersatu I Prof Juwono Sudarsono termasuk salah seorang tokoh yang membidani lahirnya Unhan pada 2009.

Meski masih seumur jagung, Unhan sudah banyak bekerja sama dengan universitas di luar negeri. Antara lain, Cranfield University, National Defense University (Amerika Serikat), Rajaratman School of International Studies (Singapura), dan sejumlah universitas di Australia dan Jerman. Kerja sama dan bantuan dilakukan berupa pengiriman tenaga pengajar, kurikulum, beasiswa, serta studi banding.
''Modul kami banyak berasal dari Cranfield,'' kata Susanto.

Selain beasiswa, studi banding mahasiswa dilakukan di luar negeri. ''Tahun ini ke Amerika Serikat dan Australia,'' tutur Susanto.

Susanto berharap makin banyak mahasiswa dari kalangan sipil yang kuliah di Unhan. ''Sebab, ke depan makin banyak komponen yang harus dilibatkan dalam pertahanan.'' (*/c2/ari)

http://jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=142051

RESIMEN MAHASISWA (MENWA)


Resimen Mahasiswa (Menwa) adalah salah satu komponen pendukung sebagai kekuatan sipil untuk mempertahankan negeri sebagai perwujudan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata). Menwa bermarkas di perguruan tinggi dan beranggotakan para mahasiswa yang terpanggil untuk membela negeri.

Para anggota Menwa (wira) di setiap kampus membentuk satuan sebagai salah satu unit kegiatan kemahasiswaan (UKM). Komandan satuan bertanggungjawab dan melapor langsung kepada rektor/pimpinan perguruan tinggi. Pembinaan Menwa dilakukan oleh pembantu rektor bagian kemahasiswaan dengan supervisi dari Angkatan Bersenjata.


Sejarah

Tanggal 13 Juni - 14 September 1959 diadakan wajib latih bagi para mahasiswa di Jawa Barat. Mahasiswa yang memperoleh latihan ini siap mempertahankan home-front dan bila perlu ikut memanggul senjata ke medan laga. Mahasiswa-mahasiswa walawa (WAJIB LATIH) dididik di Kodam VI/ Siliwangi dan para walawa diberi hak mengenakan lambang Siliwangi.

Pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, Komando Pimpinan Besar Revolusi Presiden RI Bung Karno mencetuskan Trikora. Seluruh rakyat menyambut komando ini dengan gegap gempita dengan semangat revolusi untuk merebut Irian Barat; termasuk juga mahasiswanya.

Isi Trikora:

  1. Pantjangkan Sangsaka Merah Putih di Irian Barat
  2. Gagalkan Negara Boneka Papua
  3. Adakan Mobilisasi Umum

Sejak Trikora bergema maka kewaspadaan nasional makin diperkuat, makin memuncak sehingga timbul rencana pendidikan perwira cadangan di Perguruan Tinggi.

Berdasarkan dua surat keputusan Pangdam VI Siliwangi, maka oleh pihak Universitas pada 20 Januari 1962 dibentuk suatu badan koordinasi yang diberi nama Badan Persiapan Pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa Dam VI Siliwangi (disingkat BPP) Resimen Mahasiswa DAM VI/ Siliwangi, beranggotakan :

  1. Prof. drg. R. G. Surya Sumantri ( Rektor Unpad) selaku Koordinator
  2. Dr. Isrin Nurdin (Pembantu Rektor ITB) selaku Wakil Koordinator I
  3. Drs. Kusdarminto (PR Unpar) selaku wakil Koordinator II
  4. Major. Moch. Sunarman dari PUS PSYAD pada waktu itu selaku sekretaris.

Pada Februari 1962 diadakan Refreshing Course selama sepuluh minggu di Resimen Induk Infantri dan dilanjutkan dengan latihan selama 14 hari yang dikenal dengan sebutan Latihan Pasopati. Pada 20 Mei 1962 anggota Resimen Mahasiswa Angkatan 1959 dilantik oleh Pangdam VI/SLW menjadi bagian organik dari Kodam VI/SLW.

Dalam rencana kerja empat tahunnya tercantumlah pembentukan kader inti dan ini sudah terlaksana sejak permulaan semester 2 tahun ajaran 1962-1963. termasuk pembentukan kader inti putri. Mahasiswa/i Jabar (Bandung khususnya) mengikuti Latihan di Bihbul, tempat penggodokan prajurit-prajurit TNI. (Sekarang Secaba Dam III/ Slw, Bihbul). Satuan-satuan inti dari Yon mahasiswa dari beberapa universitas dan akademi dikirim ke tempat ini di bawah asuhan pelatih-pelatih dari RINSIL. 12 Juni 1964 keluarlah Surat Keputusan Menteri Koordinator Komponen Pertahanan dan Keamanan DR. A.H. Nasution Jenderal TNI yang mengesahkan Duaja Resimen Mahawarman. Penyerahan Duaja dilakukan oleh Menko sendiri. Garuda Mahawarman resmi berdiri berdampingan dengan Harimau Siliwangi.

Nama Skomen (Menwa di Tingkat Provinsi) di Republik Indonesia

Alumni Menwa yang Terkenal


sumber:
wikipedia indonesia- menwa
http://id.wikipedia.org/wiki/Menwa

Kewajiban Bela Negara Bagi Semua Warga Negara Indonesia - Pertahanan Dan Pembelaan Negara

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.

Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.

Tambahan :
Hati-hati pula dengan gerakan pendirian negara di dalam negara yang ingin membangun negara islam di dalam Negara Indonesis dengan cara membangun keanggotaan dengan sistem mirip mlm dan mendoktrin anggota hingga mereka mau melakukan berbagai tindak kejahatan di luar ajaran agama islam demi uang. Jika menemukan gerakan semacam ini laporkan saja ke pihak yang berwajib dan jangan takut dengan ancaman apapun.

Senjata Untuk Satpol PP?




Posted in Tajuk Rencana by Redaksi on Juli 9th, 2010

Diijinkannya penggunaan senjata api oleh Menteri Dalam Negeri untuk menjadi bagian dari perlengkapan Satpol PP di dalam menjalankan tugasnya, meski kebijakan tersebut kemudian dibekukan oleh Menkopolhukkam, memperlihatkan bahwa pemerintah memang masih alergi pada pendekatan persuasif. Kekerasan dianggap sebagai sebuah hal yang tidak mungkin diubah, karena itu persiapan menghadapi kekerasan harus dilakukan.
Tragedi Koja sesungguhnya belum tuntas dukanya. Waktu itu, ribuan Satpol PP meluruk, menghantam massa yang mencoba mempertahankan makam Mbah Priok, yang sudah sejak lama dianggap keramat, meski menurut pengakuan pemerintah makam tersebut telah kosong.
Investigasi PMI yang dipercayakan untuk melakukan penelusuran memang hanya berdampak pada pergantian Kepala Satpol PP. Namun akar persoalannya, yaitu kebijakan kekerasan memang belum tersentuh.
Sayangnya, alih-alih mencoba menelusuri akar persoalan dan mencoba mencari solusi yang tepat, pemerintah malah menyetujui perlengkapan senjata pada Satpol PP. Memang senjata yang akan diberikan “hanyalah” yang berisi peluru hampa, peluru karet dan senjata kejut. Namun tetap saja hal itu dapat digunakan untuk menciptakan ketakutan pada masyarakat seperti selama ini biasa dilakukan oleh Satpol PP ketika menjalankan tugasnya.
Pemerintah berdalih bahwa pemberian senjata ini akan dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Pemiliknya adalah para pemimpin regu dan mereka yang sebelumnya telah diperiksa kesehatan kejiwaannya. Sayangnya pemerintah lupa bahwa yang namanya aksi brutalisme tidak mengenal waktu. Setiap kali ada kesempatan maka letupan pemicunya hanya soal waktu. Kekerasan tidak terencanakan. Namun ketika kekerasan memiliki kesempatan terjadinya, senjata yang diberikan kepada pemegangnya bisa menjadi alat kekerasan.
Salah satu persoalan yang belum diselesaikan oleh pemerintah adalah pada mengubah kultur Satpol PP. Selama ini mereka bekerja mengamankan kebijakan pemerintah dengan cara-cara yang lebih banyak bersifat kekerasan daripada pendekatan budaya dan atau persuasif. Mereka kelihatannya diandalkan untuk melakukan penekanan dan pengambilalihan dengan cara paksa.
Karena itu tidak heran kalau “kurikulum” semi militer pun diberikan pada mereka. Dalam peristiwa di Koja, jatuhnya korban yang banyak terjadi karena Satpol PP melakukan kekerasan pada masyarakat. Masyarakat yang merasa tidak menerima tindakan tersebut spontan melakukan aksi balasan kekerasan yang jangan-jangan juga mereka dapatkan dari apa yang mereka lihat dan saksikan ketika para anggota Satpol PP bekerja.
Kerap kita saksikan anggota Satpol PP ini bekerja tanpa tedeng aling-aling. Tak tanggung-tanggung, perempuan dan orang yang berusia tua mereka seret. Mereka juga tak peduli pada teriakan kesedihan mereka yang rumahnya digusur, misalnya. Barang-barang mereka buangi, angkuti, atau rumah bergembok mereka bongkar. Semuanya atas nama kebijakan yang mereka katakan adalah perintah atasan, meski yang namanya perintah itu sering sekali masih jauh dari kepastian.
Di tengah tindakan pembekuan kebijakan tersebut, maka pemerintah seharusnya melakukan perenungan ulang di dalam rangka mengambil tindakan yang dianggap penting dan perlu untuk menata kembali Satpol PP. Solusi bagi kekerasan yang mengancam para petugas Satpol PP bukan dengan menyediakan sarana kekerasan pada mereka, melainkan mengubah kebijakan pemerintah di perkotaan yang sering tidak manusiawi. Satpol PP bukan tameng kebijakan yang tidak adil, dan juga bukan tameng untuk menghadapi masyarakat. Pemerintah seharusnya berhenti membangun kekerasan dengan mengadu domba elemen masyarakat yang hanya tahu melakukan sesuatu yang tidak mereka pahami tujuannya. (***)

sumber:

sinar indonesia baru

http://hariansib.com/?p=129789

Pascal-Menghitung Pangkat

Program Menghitung_Pangkat;
Uses Wincrt;
Var i,n,m: integer;
x: real;
Begin
Writeln('Program Menghitung Pangkat');
Writeln('==========================');
Writeln;
Write('Masukkan Jumlah Pangkat : ');readln(n);
Write('Masukkan Bil. Yang DiPangkat : ');readln(m);
Writeln;
x:=1;
if (n>0) then
For i:= 1 to n do
x:=x*m
else if (n=0) then
x:=1
else
begin
n:=-1*n;
For i:= 1 to n do
begin
x:=x*(1/m);
end;
end;
Writeln('Hasil Pangkat: ',x:6:2);
End.